Pulang
>> Kamis, 08 Mei 2014
Mala Himatul Aulia
Apakah pulang
selalu menghantarkan kebahagiaan?
Pulang… sebentuk
harapan atau sebuah bukti keputusasaan?
Pulang… kata
yang selalu terulang dari rapalan bibir yang kadang muncul dari sela-sela alam
sadar dan ketidaksadaran.
Pulang aku
merindu pulang, jiwaku kini serasa gersang.
Pulang, ini
seperti mantra yang terucap dari lidahku, menenangkan.
Aku tak tahu
mengapa aku selalu ingin pulang, sedangkan persimpangan selalu menawarkan jamuan
perjalanan yang gelap, kelam, dan asrar.
Tak sebenarnya
gelap menandakan saatnya kau pulang.
Apa kau tahu
apa itu gelap?
Sedangkan seumurmu
saja tak pernah mengenal terang?
Sebuah cahaya
yang kaudamba.
Mungkin saja
gelap yang kaubuang adalah cahaya yang berpendar yang tak pernah kautangkap?
Atau mungkin
terang yang kaupuja adalah gelap yang membunuh, menyisipkan bisa yang membuatmu
padam, nyamar, retas, dan penyap?
Pulang bukanlah
sekedar penjabalan antara gelap dan terang,
bukan sebuah jawaban atas penantian
dan hasrat.
Aku ingin
pulang, tapi kaubilang nyinyir.
Aku merindu
pulang tapi tak tahu mana tempat yang harusnya aku berpulang dan beristirahat.
Kau hanya
segelintir debu yang memiliki angan. Aneh.
Pulang
Pulang
Pulang
Entah kemana
pulangku berpasang?
Pintu, daun
jendela, yang tak kuingat, ingin kuketuk dan kucecar dengan rasa yang harusnya
hilang.
Aku ingin
pulang pada rumah, rumah yang mengisi setiap labiri-labirin kecil dari celah
hidup.
Ciputat, 8514.
1000.